Maaf Suamiku,,, aku tidak menurutimu

Penulis: Ummu Aiman
Muroja’ah oleh: Ustadz Nur Kholis Kurdian, Lc.
Bahagia rasanya saat akad nikah terucap, saat semarak walimatul ‘urs menggema, saat tali pernikahan terikat. Saat itu telah halal cinta dua orang insan, saling mengisi dan saling melengkapi setiap harinya. Saat itu pula masing-masing pasangan akan memiliki tugas dan kewajiban baru dalam kehidupan mereka. Sang suami memiliki hak yang harus ditunaikan istrinya, dan sang istripun mempunyai hak yang harus ditunaikan oleh suaminya. Alangkah bahagianya jika masing-masing secara seimbang senantiasa berupaya menunaikan kewajibannya.

Duhai saudariku muslimah, kini aku bertanya padamu… bukankah indah rasanya jika seorang istri mematuhi suaminya, kemudian ia senantiasa menjadi penyejuk mata bagi suaminya, menjaga lisan dari menyebarkan rahasia suaminya, lalu menjaga harta dan anak-anak suami ketika ia pergi? Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam“Tidak ada perkara yang lebih bagus bagi seorang mukmin setelah bertakwa kepada Allah daripada istri yang shalihah, bila ia menyuruhnya maka ia menaatinya, bila memandangnya membuat hati senang, bila bersumpah (agar istrinya melakukan sesuatu), maka ia melakukannya dengan baik, dan bila ia pergi maka ia dengan tulus menjaga diri dan hartanya.” (HR. Ibnu Majah)
Sehingga… kehidupan rumah tangga pun akan berjalan penuh dengan kemesraan dan kebahagiaan. Yang satu menjadi tempat berbagi bagi yang lain, saling menasehati dalam ketakwaan, dan saling menetapi dalam kesabaran.
Saudariku muslimah… tulisan tentang kewajiban istri dalam mematuhi perintah suami telah banyak dibahas. Maka kini penulis akan mencoba mengetengahkan hal-hal apa saja yang tidak boleh dipatuhi oleh seorang istri di saat suaminya memerintah.
Ini Saatnya Mematuhi Perintah Suami
Diantara ciri seorang istri sholihah adalah mematuhi perintah suaminya. Yang dimaksud mematuhi perintah adalah mematuhi dalam hal yang mubah dan disyari’atkan. Jika dalam perkara yang disyari’atkan, tentu hal ini tidak perlu dipertanyakan lagi hukumnya, karena perkara yang demikian adalah hal-hal yang Allah perintahkan kepada para hamba-Nya, seperti kewajiban sholat, berpuasa di bulan Ramadhan, memakai jilbab, dan lain-lain. Maka untuk hal ini, seorang hamba tidak boleh meninggalkannya karena meninggalkan perintah Allah Ta’ala adalah sebuah dosa. Sedangkan dalam perkara yang mubah, jika suami memerintahkan kita untuk melakukannya maka kita harus melaksanakannya sebagai bentuk ketaatan kepada suami. Contohnya suami menyuruh sang istri rajin membersihkan rumah, berusaha mengatur keuangan keluarga dengan baik, selalu bangun tidur awal waktu, membantu pekerjaan suami, dan hal-hal lain yang diperbolehkan dalam syari’at Islam.
Ada Saatnya Menolak Perintah Suami
Jika dalam hal yang disyari’atkan dan yang mubah kita wajib mematuhi suami, maka lain halnya jika suami menyuruh kepada istri untuk melakukan kemaksiatan dan menerjang aturan-aturan Allah. Untuk yang satu ini kita tidak boleh mematuhinya meskipun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Kalau sekiranya aku (boleh) memerintahkan seseorang untuk sujud kepada orang lain maka akan aku perintahkan seorang wanita untuk sujud kepada suaminya.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Kita tidak boleh tunduk pada suami yang memerintah kepada kemaksiatan meskipun hati kita begitu cinta dan sayangnya kepada suami. Jika kewajiban patuh pada suami sangatlah besar, maka apalagi kewajiban mematuhi Allah, tentu lebih besar lagi. Allahlah yang menciptakan kita dan suami kita, kemudian mengikat tali cinta diantara sang istri dan suaminya. Namun perlu diketahui, bukan berarti kita harus marah-marah dan bersikap keras kepada suami jika ia memerintahkan suatu kemaksiatan kepada kita, tetapi cobalah untuk menasehatinya dan berbicara dengan lemah lembut, siapa tahu suami tidak sadar akan kesalahannya atau sedang perlu dinasehati, karena perkataan yang baik adalah sedekah.
Saudariku, berikut ini beberapa contoh perintah suami yang tidak boleh kita taati karena bertentangan dengan perintah Allah:
1. Menyuruh Kepada Kesyirikan
Tidak layak bagi kita untuk menaati suami yang memerintah untuk melakukan kesyirikan seperti menyuruh istri pergi ke dukun, menyuruh mengalungkan jimat pada anaknya, ngalap berkah di kuburan, bermain zodiak, dan lain-lain. Ketahuilah saudariku, syirik adalah dosa yang paling besar. Syirik merupakan kezholiman yang paling besar (lihat QS Luqman: 13). Bagaimana bisa seorang hamba menyekutukan Allah sedang Allah-lah yang telah menciptakan dan memberi berbagai nikmat kepadanya? Sungguh merupakan sebuah penghianatan yang sangat besar!
2. Menyuruh Melakukan Kebid’ahan
Nujuh bulan (mitoni – bahasa jawa) adalah acara yang banyak dilakukan oleh masyarakat ketika calon ibu genap tujuh bulan mengandung si bayi. Ini adalah salah satu dari sekian banyak amalan yang tidak ada contohnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Walaupun begitu banyak masyarakat yang mengiranya sebagai ibadah sehingga merekapun bersemangat mengerjakannya. Ketahuilah wahai saudariku muslimah, jika seseorang melakukan suatu amalan yang ditujukan untuk ibadah padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamtidak pernah menyontohkannya, maka amalan ini adalah amalan yang akan mendatangkan dosa jika dikerjakan. Ketika sang suami menyuruh istrinya melakukan amalan semacam ini, maka istri harus menolak dengan halus serta menasehati suaminya.
3. Memerintah untuk Melepas Jilbab
Menutup aurat adalah kewajiban setiap muslimah. Ketika suami memerintahkan istri untuk melepas jilbabnya, maka hal ini tidak boleh dipatuhi dengan alasan apapun. Misalnya sang suami menyuruh istri untuk melepaskan jilbabnya agar mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lumayan, hal ini tentu tidak boleh dipatuhi. Bekerja diperbolehkan bagi muslimah (jika dibutuhkan) dengan syarat lingkungan kerja yang aman dari ikhtilat (campur baur dengan laki-laki) dan kemaksiatan, tidak khawatir timbulnya fitnah, serta tidak melalaikan dari kewajibannya sebagai istri yaitu melayani suami dan mendidik anak-anak. Dan tetap berada di rumahnya adalah lebih utama bagi wanita (Lihat QS Al-Ahzab: 33). Allah telah memerintahkan muslimah berjilbab sebagaimana dalam QS Al-Ahzab: 59. Perintah Allah tidaklah pantas untuk dilanggar, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Sang Pencipta.
3. Mendatangi Istri Ketika Haidh atau dari Dubur
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “…dan persetubuhan salah seorang kalian (dengan istrinya) adalah sedekah.” (HR. Muslim)
Begitu luasnya rahmat Allah hingga menjadikan hubungan suami istri sebagai sebuah sedekah. Berhubungan suami istri boleh dilakukan dengan cara dan bentuk apapun. Walaupun begitu, Islam pun memiliki rambu-rambu yang harus dipatuhi, yaitu suami tidak boleh mendatangi istrinya dari arah dubur, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
“(Boleh) dari arah depan atau arah belakang, asalkan di farji (kemaluan).” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka ketika suami mengajak istri bersetubuh lewat dubur, hendaknya sang istri menolak dan menasehatinya dengan cara yang hikmah. Termasuk hal yang juga tidak diperbolehkan dalam berhubungan suami istri adalah bersetubuh ketika istri sedang haid. Maka perintah mengajak kepada hal ini pun harus kita langgar. Hal ini senada dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang menjima’ istrinya yang sedang dalam keadaan haid atau menjima’ duburnya, maka sesungguhnya ia telah kufur kepada Muhammad.” (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ad-Darimi dari hadits Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu)
Belajarlah Wahai Muslimah!
Demikianlah saudariku pembahasan singkat yang dapat penulis sampaikan. Sebagai penutup, mari kita ringkas pembahasan ini: Bahwa wajib bagi seorang istri untuk mematuhi apa yang diperintahkan suaminya dalam perkara yang mubah apalagi yang disyari’atkan Allah, namun tidak boleh patuh jika suami memerintahkan kemaksiatan dan yang dilarang oleh Rabb Semesta Alam.
Lalu, perkara apa sajakah yang termasuk dalam larangan Allah? untuk itu, setiap hamba wajib mencari tahu tentang syari’at Islam karena dengannya akan tercapai ketakwaan kepada Allah, yaitu melakukan yang Allah perintahkan dan meninggalkan apa yang Allah larang. Wahai para wanita muslim! Pelajarilah agama Allah dengan menghadiri majelis-majelis yang mengajarkan ilmu syar’i atau dengan menelaah buku dan tulisan para ‘ulama. Tidaklah mungkin seseorang akan mengenal agamanya tanpa berusaha mencari tahu. Dan tidak mungkin pula ilmu akan sampai kepadanya jika ia hanya bermalas-malasan di rumah atau kos, atau hanya sibuk berjam-jam berdandan di depan cermin, serta bergosip ria sepanjang waktu. Sungguh yang seperti itu bukanlah ciri seorang muslimah yang sejati. Bersegeralah melakukan kebaikan wahai saudariku, karena Allah pasti akan membalas setiap kebaikan dengan kebaikan, dan membalas keburukan dengan keburukan walaupun hanya sebesar biji sawi. Setiap anak Adam memiliki kesalahan, dan sebaik-baik orang yang melakukan kesalahan adalah yang senantiasa berusaha untuk memperbaiki dirinya. Wallahu ta’ala a’lam.



Referensi:
  1. Al-Qur’anul Karim
  2. Panduan Lengkap Nikah (dari A sampai Z), Abu Hafsh Usamah, Pustaka Ibnu Katsir
  3. Rahasia Sukses Menjadi Istri Shalihah, Haulah Darwaisy, Pustaka Darul Ilmi
  4. Sutra Ungu, Abu Umar Basyir, Rumah Dzikir

Suamimu, Surgamu dan Nerakamu

Kebahagiaan hidup berumah tangga adalah anugerah Allah Subhanahu Wata’ala yang diberikan kepada hamba-Nya setelah nikmat Islam dan iman. Cinta dan kasih sayang serta ketentraman hidup berumahtangga adalah dambaan idaman bagi setiap pasangan suami istri.

Diantara pilar terpenting bagi kebahagiaan hidup berumah tangga adalah seorang istri. Yaitu bila ia sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam;

ِإِنَّمَا الدُّنْياَ مَتَاعٌ، وَلَيْسَ مِنْ مَتَاعِ الدُّنْيَا شَيْءٌ أَفْضَلُ مِنَ الْمَرْأَةِ الصَّالِحَة

“Hanyalah dunia ini semata kesenangan. Dan tidak ada kesenangan dunia yang lebih utama daripada seorang istri yang sholihah.” (HR. Ibnu Majah)

Dalam suatu riwayat, Nabi Dawud 'alaihissalam pernah berkata; seorang istri yang jelek akhlak dan agamanya, maka bagi suaminya ia bagaikan beban berat yang dipikul oleh seorang lelaki tua renta. Sedangkan seorang istri yang sholihah ia ibarat mahkota yang terbuat dari emas yang menyenangkan bila dipandang mata.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Ahmad, diceritakan oleh sahabat Hushain bin Mihshan bahwa bibinya pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk suatu keperluan. Setelah urusannya selesai, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun bertanya kepadanya: “Apakah kamu mempunyai suami?” ia menjawab, “Ya.” Beliau bertanya lagi: “Bagaimanakah sikapmu terhadapnya?” ia menjawab, “Saya tidak pernah mengabaikannya, kecuali terhadap sesuatu yang memang aku tidak sanggup.” Beliau bersabda:

فَانْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ

“Perhatikanlah posisimu terhadapnya. Sesungguhnya yang menentukan surga dan nerakamu terdapat pada (sikapmu terhadap) suamimu.” (HR. Ahmad: 18233)

Dalam hadits yang mulia diatas ditegaskan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam tentang sangat agungnya kedudukan suami dihadapan istrinya. Bahwa suami adalah Surga atau neraka istrinya. Artinya bila seorang istri berbakti kepada suaminya maka Surga Allah akan selalu menantinya. Sebaliknya bila seorang istri durhaka kepada suaminya, maka nerakalah ancamannya. Maka sangat mudah bagi seorang wanita untuk mendapat surga dan juga sangat mudah pula bagi seorang wanita untuk mendapat neraka.

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda;

لإِذَا صَلَّتْ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ

“Apabila seorang istri melaksanakan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, niscaya akan dikatakan kepadanya; ‘Masuklah kamu ke dalam syurga dari pintu mana saja yang kamu inginkan’.”

Begitu agungnya hak seorang suami yang ada pada istrinya, sehingga Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda;

لَوْ أَمَرْتُ أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا وَلَوْ أَنَّ رَجُلًا أَمَرَ امْرَأَتَهُ أَنْ تَنْقُلَ مِنْ جَبَلٍ أَحْمَرَ إِلَى جَبَلٍ أَسْوَدَ وَمِنْ جَبَلٍ أَسْوَدَ إِلَى جَبَلٍ أَحْمَرَ لَكَانَ نَوْلُهَا أَنْ تَفْعَلَ

“Sekiranya aku boleh memerintahkan seseorang sujud kepada orang lain, maka akan aku perintahkan seorang isteri sujud kepada suaminya. Sekiranya seorang suami memerintahkan isterinya untuk pindah dari gunung ahmar menuju gunjung aswad, atau dari gunung aswad menuju gunung ahmar, maka ia wajib untuk melakukannya.” (HR. Ibnu Majah)

Mentaati dan Menjaga Kehormatan

Hak-hak  istri kepada suaminya diantaranya adalah mentaatinya, menjaga dan merawat rumah dan anak-anaknya, menjaga kehormatan dan harta benda suaminya, tidak mengizinkan memasuki rumah orang-orang yang tidak dikehendaki oleh suaminya, tidak keluar rumah kecuai dengan seizinnya, berpenampilan menarik dan berdandan yang cantik di hadapan suami, berusaha mencari keridhaan suami  yang itu merupakan ciri-ciri wanita yang akan menjadi penghuni Surga yang disabdakan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam;

أَلَاْ أُخْبِرُكُم بِرِجَالِكُم فِي الجَنَّةِ ؟! النَّبِي فِي الجَنَّةِ ، وَالصِّدِّيقُ فِي الجَنَّةِ ، وَالشَّهِيدُ فِي الجَنَّةِ ، وَالمَوْلُودُ فِي الجَنَّةِ ، وَالرَّجُلُ يَزُورُ أَخَاهُ فِي نَاحِيَةِ المِصْرِ – لَاْ يَزُورُهُ إِلَّا لِلَّهِ – فِي الجَنَّةِ .أَلَاْ أُخبِرُكُم بِنِسَائِكُم فِي الجَنَّةِ ؟! كُلُّ وَدُودٍ وَلُودٍ ، إِذَا غَضِبَت أَو أُسِيءَ إِلَيهَا أَو غَضِبَ زَوجُهَا ، قَالَت : هَذِه يَدِي فِي يَدِكَ ، لَاْ أَكْتَحِلُ بِغُمضٍ َحتَّى تَرضَى

“Maukah aku beritahukan kepada kalian laki-laki penghuni surga? Para Nabi di surga, orang-orang yang jujur di surga, orang yang mati syahid di surga, anak yang terlahir (mati) di surga, seorang lelaki yang mengunjungi saudaranya di belahan kota, yang dia mengunjunginya karena Allah, di surga. Dan maukah aku tunjukkan kepada kalian wanita ahli surga? Yaitu setiap istri yang penuh cinta kepada suami serta penyayang kepada anaknya, yang ketika suaminya marah kepadanya ia berkata, ‘inilah tanganku berada ditanganmu, aku tidak bisa tidur memejamkan mata sehingga engkau ridha kepadaku.” (HR. Nasai)

Bandingkan dengan laki-laki dan para suami, yang mana mereka harus beramal dengan gigih untuk meraih surga. Ia harus menjadi salah seorang shiddiqin (orang yang selalu berbuat jujur), mereka harus salah seorang shalihiin (orang yang sholih), dituntut untuk menjadi syuhadaa’ (orang yang mati syahid) bila ingin mendapat kemudahan untuk masuk surga. Dan ia harus bersikap adil terhadap istrinya, dan itu tidaklah mudah.

Maka bagi seorang istri, sikapnya terhadap suami menentukan posisinya di surga atau di neraka. Tidak hanya di akhirat, di dunia kalau dia taat dan berbakti kepada suami dia akan mendapat kebahagiaan dan ketentraman hidup di dunia dan rumahtangganya. Namun kalau dia mendurhakai suami, hari-harinya akan berisi laknat dari Allah azza wa jalla.*/Imron Mahmud

Sumber: hidayatullah.com
Editing: muslimfamilia