10 alasan suami tak bisa lepas dari istri

Setelah menikah, suami-istri adalah satu tim dengan tujuan menciptakan rumah tangga yang bahagia. Namun, adakalanya para suami lupa betapa penting peran seorang istri. Mereka beranggapan bahwa membahagiakan keluarga sepenuhnya menjadi tugas di pundak kepala keluarga. Ketika ada permasalahan, barulah seorang suami akhirnya sadar bahwa dirinya sangat membutuhkan sang istri.

Dikutip dari beberapa sumber, berikut ini adalah 10 alasan mengapa suami tak bisa lepas dari sang istri:

1. Sahabat terbaik

Suami boleh memiliki banyak teman, tetapi tidak ada yang dapat menandingi seorang istri sebagai rekan dan sahabat terkasihnya. Istri adalah karunia terbaik, yang dapat mengerjakan banyak hal yang belum tentu bisa dilakukan sang suami.

2. Pendengar yang baik

Para suami, saat Anda putus asa, istri Anda adalah pendengar paling baik. Dia tentu dapat memberi saran yang bijak untuk membantu Anda.

3. Ibu bagi anak-anak Anda

Tanyakan diri Anda, siapakah di dunia ini yang paling berjasa dalam kehidupan Anda? Ya, jawabannya adalah seorang ibu. Sebagaimana Anda telah dilahirkan oleh ibu Anda, istri Anda adalah sosok yang telah Tuhan tetapkan untuk menjadi ibu bagi anak-anak Anda. Melalui istri yang saleh, anak-anak Anda akan mendapatkan kasih sayang, pendidikan serta kebahagiaan dalam kehidupan.

4. Sumber kebahagiaan

Hormatilah istri Anda dengan sepenuh hati karena ia adalah sumber kebahagiaan Anda. Perlakukan istri dengan selembutnya kasih sayang agar Anda boleh diperlakukan dengan cara yang sama olehnya.

5. Rekan terpercaya

Sangat sulit untuk memercayai orang lain, bahkan sahabat dekat sekalipun. Karena itu, selain orangtua, istri adalah rekan terpercaya yang dimiliki oleh suami.

6. Sebagai tempat "menyimpan" rahasia

Setiap orang pasti memiliki rahasia, tak terkecuali Anda dan istri. Oleh sebab itu, suami-istri sangat membutuhkan satu sama lain sebagai tempat menyimpan rahasia yang bisa dipercayai tanpa ada kekhawatiran dihakimi.

7. Pelipur lara

Ketika sedang sedih, seorang suami sangat membutuhkan istrinya sebagai tempat untuk bercerita. Istri dapat memberi dukungan serta nasehat, yang dapat membuat Anda yakin bahwa Anda mampu mengatasi masalah apa pun.

8. Sebagai penyemangat

Ketika sedang menghadapi sebuah masalah, suami bisa kehilangan orientasi hidupnya, menjadi mudah putus asa, dan tidak lagi percaya diri. Karena itu, suami sangat membutuhkan istrinya sebagai penyemangat agar bisa kembali bangkit dan menemukan kembali semangat hidup.

9. Sebagai tempat mencurahkan perasaan, perhatian serta kasih sayang

Salah satu tujuan Tuhan memerintahkan manusia agar hidup berpasang-pasangan adalah agar dapat saling mengasihi satu sama lain, dan setiap manusia memiliki rasa cinta. Kepada istrilah seorang suami dapat mencurahkan cinta dan kasih sayangnya.

10. Sebagai permaisuri dalam kehidupan suami

Seorang laki-laki belum bisa dikatakan "sempurna" bila belum memiliki seorang istri, karena istri sesungguhnya adalah permaisuri dalam kehidupannya. Berdua mereka akan bekerjasama demi mewujudkan mahligai rumah tangga yang bahagia.

Hukum Istri

Hukum Seorang Istri Menolak Ajakan

Referensi: Berbagai Sumber

Gaya hidup modern banyak membawa wanita kepada kesetaraan gender yang pada akhirnya berujung pada hilangnya rasa hormat seorang istri terhadap suaminya. Ketika istri telah merasa mampu berbuat untuk keluarga berkaitan dengan penghasilan sering merasa bahwa dirinya telah mempunyai hak yang sama dalam hirarki keluarga terhadap suaminya. Persoalan tersebut tentu juga terjadi  pada persoalan di ranjang, sering seorang istri dengan mudah menolak ajakan suami untuk berhubungan intim dengan alasan capek atau bahkan lebih memilih untuk pergi shoping daripada melayani suami.

Persoalan seperti ini sebetulnya kemudian menjadi kompleks, karena perlu dipertanyakan apa penyebab seorang istri bersikap seperti itu karena mestinya seorang suami adalah imam bagi istrinya, yang harus mencukupi kebutuhan keluarga, yang harus melarang istrinya meninggalkan kewajiban sebagai pengasuh anak-anaknya, yang harus memerintahkan istri agar lebih mengutamakan kewajiban dirumah dan masih banyak hal lagi.

Walaupun demikian apapun alasan istri untuk menolak hubungan intim dengan suaminya tanpa alasan Syar'i adalah merupakan perbuatan yang dilarang dalam agama.
Dari Thalqu bin Ali, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا الرَّجُلُ دَعَا زَوْجَتَهُ فَلْتَأْتِهِ وَ إِنْ كَانَتْ عَلَى التَّنُّوْرِ
“Apabila seorang suami mengajak istrinya untuk berkumpul hendaknya wanita itu mendatanginya sekalipun dia berada di dapur.” (HR. Tirmidzi: 4/387; dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib: 2/199)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُوْمَ وَ زَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak halal bagi wanita untuk berpuasa (sunnah) sedangkan suaminya berada di rumah, kecuali dengan izinnya.” (HR. Bukhari: 16/199)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ اِمْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا اَلْمَلآئِكَةُ حَتىَّ تُصْبِحَ
“Apabila suami mengajak istrinya ke tempat tidurnya lalu istri enggan sehingga suami marah pada malam harinya, malaikat melaknat sang istri sampai waktu subuh.” (HR. Bukhari: 11/14)
Hadits-hadits diatas cukup menjadi dasar tentang haramnya seorang istri menolak ajakan suami tanpa ada alasan yang di benarkan oleh Syar'i.
Sebagian kewajiban istri pada suaminya adalah siap melayani saat diajak ketempat tidur, tidak ada baginya alasan menolok selagi tidak terdapat udzur yang syar’i seperti saat ia sedang sakit, haid atau sedang menjalankan puasa wajib, bahkan boleh bagi suaminya menyenggamainya dengan paksa bila ia menolak untuk diajak bercumbu tanpa adanya udzur diatas.
وَلَا طَاعَةَ لِأَحَدٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ لِمَا فِيهِ مِنْ الْمَفْسَدَةِ الْمُوبِقَةِ فِي الدَّارَيْنِ أَوْ فِي أَحَدِهِمَا , فَمَنْ أَمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ لَهُ , إلَّا أَنْ يُكْرِهَ إنْسَانًا عَلَى أَمْرٍ يُبِيحُهُ الْإِكْرَاهُ فَلَا إثْمَ عَلَى مُطِيعِهِ , وَقَدْ تَجِبُ طَاعَتُهُ لَا لِكَوْنِهِ آمِرًا بَلْ لِدَفْعِ مَفْسَدَةِ مَا يُهَدِّدُهُ بِهِ
Dan tidak ada taat pada seseorang dalam maksiat kepada Allah karena didalamnya mengandung kehancuran yang menyengsarakan didunia dan akhirat atau disalah satu dari keduanya, barangsiapa memerintahkan perkara maksiat maka tidak boleh didengarkan dan ditaati, kecuali bila seseorang memaksa atas perkara yang diperbolehkan untuk dipaksa maka tidak ada dosa mentaatinya bahkan terkadang berubah menjadi wajib mentaatinya bukan atas dasar karena dia berkuasa tapi karena menepis kehancuran akibat ancaman yang ditimbulkannya.
Qawaaid al-Ahkaam fii Mashaalih al-Anaan hal. 158
( ويجب على الزوجة طاعة الزوج في ) جميع ما يأمرها به ويطلبه منها
Dan wajib bagi istri mentaati suaminya dalam setiap yang dia perintahkan dan minta…..
Is’aad ar-Rafiiq I/148
له وطؤها جبرا إذا امتنعت بلا مانع شرعي
Boleh bagi suami menyetubuhi istrinya dengan paksa saat istrinya menolak tanpa adanya alasan yang dilegalkan syar’i.
Hasyiyah Ibn ‘Aabidiin al-Hanaafy III/4
( وَتَسْقُطُ ) النَّفَقَةُ ( بِنُشُوزٍ ) أَيْ خُرُوجٍ عَنْ طَاعَةِ الزَّوْجِ . ( وَلَوْ بِمَنْعِ لَمْسٍ بِلَا عُذْرٍ ) أَيْ تَسْقُطُ نَفَقَةُ كُلَّ يَوْمٍ بِالنُّشُوزِ بِلَا عُذْرٍ فِي كُلِّهِ ، وَكَذَا فِي بَعْضِهِ فِي الْأَصَحِّ وَنُشُوزُ الْمَجْنُونَةِ وَالْمُرَاهِقَةِ كَالْعَاقِلَةِ الْبَالِغَةِ ، ( وَعَبَالَةِ زَوْجٍ ) أَيْ كِبَرِ آلَتِهِ بِحَيْثُ لَا تَحْمِلُهَا الزَّوْجَةُ ، ( أَوْ مَرَضٍ ) بِهَا ( يَضُرُّ مَعَهُ الْوَطْءُ عُذْرٌ ) فِي النُّشُوزِ عَنْ الْوَطْءِ .
Dan nafkah seorang istri menjadi gugur (tidak wajib) bagi suami akibat NUSYUZ (tidak patuhnya istri pada perintah suami) meskipun akibat menolak disentuh tanpa adanya udzur syari, atau terlalu besarnya kemaluan suami sekira istri tidak mampu menanggungnya, atau sebab sakit yang membuatnya riskan menjalani senggama.
Hasyiyah al-Qolyuuby IV/79
قال القمولي في الجواهر : والأولى أن يناما في فراش واحد إذا لم يكن لأحدهما عذر في الانفراد , سيما إذا عرف حرصها على ذلك
Berkata al-Qomuuly dalam al-Jawaahir “Yang lebih baik hendaknya keduanya tidur dalam satu ranjang terlebih bila terlihat keinginan hasratnya ‘untuk melakukannya’ terkecuali bila salah satu dari keduanya punya udzur untuk tidur sendirian”.
Mughni al-Muhtaaj IV/414